AGAR ISTRI YANG BEKERJA MENDAPATKAN PAHALA

Zaman sekarang, bukan hal yang aneh lagi jika seorang istri harus menghabiskan waktunya di luar rumah untuk bekerja. Meskipun kewajiban mencari nafkah memang bukanlah menjadi tanggung jawab seorang istri melainkan suami sebagai kepala keluarga. Namun Islam juga tidak melarang wanita untuk bekerja asalkan memenuhi syarat-syaratnya dan tidak mengandung hal-hal yang dilarang oleh syari’at.

Syaikh Abdul Aziz Bin Baz mengatakan: “Islam tidak melarang wanita untuk bekerja dan bisnis, karena Alloh jalla wa’ala mensyariatkan dan memerintahkan hambanya untuk bekerja dalam firman-Nya:

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ

“Katakanlah (wahai Muhammad), bekerjalah kalian! maka Alloh, Rasul-Nya, dan para mukminin akan melihat pekerjaanmu“  (QS. At-Taubah:105)

Perintah ini mencakup pria dan wanita. Alloh juga mensyariatkan bisnis kepada semua hambanya, Karenanya seluruh manusia diperintah untuk berbisnis, berikhtiar dan bekerja, baik itu pria maupun wanita, Alloh berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang tidak benar, akan tetapi hendaklah kalian berdagang atas dasar saling rela diantara kalian” (QS. An-Nisa:29),

Perintah ini berlaku umum, baik pria maupun wanita. Tetapi wajib diperhatikan dalam pelaksanaan pekerjaan dan bisnisnya, hendaklah pelaksanaannya bebas dari hal-hal yang menyebabkan masalah dan kemungkaran. Dalam pekerjaan wanita, harusnya tidak ada ikhtilat (campur) dengan pria dan tidak menimbulkan fitnah. Begitu pula dalam bisnisnya harusnya dalam keadaan tidak mendatangkan fitnah, selalu berusaha memakai hijab syar’i, tertutup, dan menjauh dari sumber-sumber fitnah.

Kecuali dalam keadaan darurat, jika situasinya mendesak seorang pria boleh mengurusi wanita, misalnya pria boleh mengobati wanita karena tidak adanya wanita yang bisa mengobatinya, begitu pula sebaliknya. Tentunya dengan tetap berusaha menjauhi sumber-sumber fitnah, seperti menyendiri, membuka aurat, dll yang bisa menimbulkan fitnah. Ini merupakan pengecualian (hanya boleh dilakukan jika keadaannya darurat). (Lihat Majmu’ Fatawa Syaikh Bin Baz, jilid 28, hal: 103-109)

Bila istri ingin bekerja dan mendapatkan pahala dari pekerjaan itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan:

1. Harus mendapat izin dari suami. Sebab ketaatan istri kepada suami adalah wajib. Bila suami tidak mengizinkan maka istri tidak boleh bekerja.

2. Pekerjaannya tidak mengganggu kewajiban utamanya dalam urusan rumah, karena mengurus rumah adalah pekerjaan wajibnya, sedang pekerjaan luarnya bukan kewajiban baginya, dan sesuatu yang wajib tidak boleh dikalahkan oleh sesuatu yang tidak wajib. Syekh Yusuf Qordowi mengatakan seorang perempuan tidak boleh mengabaikan kewajiban terhadap suami dan anak-anak meski ia bekerja.

3. Menerapkan adab-adab islami, seperti: Menjaga pandangan, memakai hijab syar’i, tidak memakai wewangian, tidak melembutkan suaranya kepada pria yang bukan mahrom, dll.

4. Pekerjaannya sesuai dengan tabi’at wanita, seperti: mengajar, dokter, perawat, penulis artikel, buku, dll.

5. Senantiasa bisa menjaga kehormatannya ketika di luar rumah.

Allah Ta’aala berfirman :
قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُ
Katakanlah (wahai Muhammad) bagi wanita-wanita mukminat untuk menundukkan pandangan-pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan-kemaluan mereka ( An-Nur : 30 ).

6. Tidak bekerja sampai malam hari.Ulama-ulama Nahdlatul Ulama (NU) dalam forum Bahtsul Masail memberikan fatwa haram hukumnya mempekerjakan wanita pada malam hari di luar rumah. Kecuali pada beberapa kondisi. Jika pekerjaan tersebut aman dari fitnah, mendapat izin dari wali atau suami maka wanita bekerja pada malam hari di luar rumah diperbolehkan. Hukumnya bisa menjadi makruh jika khawatir akan terjadi fitnah.


Berkenaan dengan wanita atau istri yang bekerja ini, Syekh Yusuf Qordowi berpendapat, diperbolehkannya wanita bekerja bisa menjadi sunah atau wajib dalam keadaan tertentu. Seperti misalnya, karena ia seorang janda dan tidak ada orang yang menanggung kebutuhan ekonomi. Dalam masyarakat bahkan dibutuhkan pekerjaan-pekerjaan seorang wanita.

Jika hal di atas sudah terpenuhi oleh seorang istri, kemudian pekerjaan itu ia lakukan dengan penuh keikhlasan tanpa banyak mengeluh maka Insyaalah, apa yang dilakukannya akan menjadi pahala untuknya. (may/*)

Komentar