Semua
orangtua pasti menginginkan anaknya menjadi orang yang baik. Menjadi
anak yang shalih dan salihah. Menghormati, berbakti dan menyangi saat
dia masih hidup dan mendoakan saat dia telah tiada.
Namun
untuk itu, tentu memerlukan proses. Proses tersebut berjalan mulai saat
masa kanak-kanak. Masa kanak-kanak adalah masa emas. Di saat inilah
mental, karakter dan moral anak mulai terbentuk. Karena itu orang tua
harus benar-benar memanfaatkan masa emas untuk menanamkan nilai-naiali
agama dengan baik.
Mengapa
orang tua? Karena pendidikan anak mutlak menjadi tanggungjawab
orangtua. Orangtualah yang berkontribusi besar pada pendidikan anak.
Bahkan orangtua juga yang menentukan anaknya kelak mau dijadikan apa.
Bukankankah nabi Muhammad Saw. telah bersabda, bahwa setiap anak
terlahir dalam keadaan fitrah. Maka kedua orangtuanyalah yang menjadikan
dia yahudi, nasrani dan majusi.
Pendidikan
orangtua kepada anaknya disebut pendidikan informal atau pendidikan
keluarga. Disini orangtua tidak hanya menjadi pengajar, namun pendidik
dan pembimbing. Tak hanya itu, orangtua juga menjadi panutan dan teladan
bagi anak-anaknya. Jadi orang tua harus benar-benar bijak dalam
berprilaku dan bersikap. Dan hendaknya mendidik anak secara total.
Karena salah mendidik anak, akan menyesal selamanya. Tanamkan yang kokoh
nilai keislaman kepada anak sehingga kelak ia menjadi generasi islam
tangguh, tidak roboh ketika diterpa badai kemaksiatan.
Fakta
di lapangan yang penulis cermati, banyak orangtua yang salah dalam
memberi pemahaman, teladan dan mendidik anaknya. Sehingga menjauhkan
anak dari moral dan mental serta nilai-nilai Islam sebagai agamanya.
Berikut,
penulis paparkan beberapa kesalahan yang dilakukan orang tua yang harus
kita cermati dan hindari. Sehingga mudah-mudahan anak kita menjadi
anak-anak shalih dan shalihah. Menjadi generasi penerus Islam yang
Islami. Penegak syariat di muka bumi.
Kesalahan Pertama: Menjadikan Ilmu Agama Hanya sebagai Pelengkap
Fakta
di lapangan, banyak orangtua yang kecewa dan panik tidak terkira saat
mendapati nilai pelajaran matematika atau bahasa inggris anaknya anjlok.
Sebaliknya orangtua tak pernah menanyakan berapa nilai mata pelajaran
agama Islam anaknya.
Di sisi lain, orangtua juga
banyak yang rela memasukkan anaknya ikut bimbingan belajar, les dan
privat mata pelajaran umum. Meraka bahkan rela mati-matian membayar
mahal asal anaknya pinter pelajaran itu. Namun mereka lupa mendidik
anaknya dengan pelajaran agama Islam.
Bahkan,
ironinya lagi, bilapun anaknya di titipkan di Taman Pendidikan Alquran
(TPA), orangtua sering lupa dan telat membayar Sumbangan Penyelenggaraan
Pendidikan (SPP) meskipun jumlahnya tidak seberapa. Tak hanya itu,
orangtua marah saat anaknya bolos sekolah. Namun lalai memerintahkan
anaknya untuk pergi mengaji di TPA.
Kemudian
orang tua mengontrol dan menanyakan perkembangan nilai pelajaran umum
anaknya kepada guru, sementara dia tak pernah memperhatikan dan
menayakan mata pelajaran agama Islam anaknya. Bahkan di TPA atau di
tempat anaknya mengaji, dia tidak begitu memperhatikan sudah bisa apa
dan sampai di mana anaknya mengaji kepada ustadz.
Itu
semua merupakan kesalahan. Seharusnya orang tua menyeimbangkan
perhatiannya kepada pelajaran agama maupun umum. Tidak mengesampingkan
atau menomorduakan pelajaran agama. Dengan begitu anak menjadi tahu
bahwa ilmu agama dan umum sama-sama penting dan berharga.
Alangkah
lebih baiknya, orangtua memberikan perhatian khusus untuk pendidikan
aagama sang anak. Karena ilmu agama merupakan bekal untuk menjalani
hidup sesuai tuntunan syariat Islam.
Kesalahan Kedua: Toleran Terhadap Perbuatan Dosa
Sebagai
contoh adalah kewajiban shalat. Islam mengajarkan, ketika anak berusia 7
tahun maka orang tua harus memerintahkan anaknya untuk shalat. Ketika
masuk usia 10 tahun maka anak harus dipukul (dengan pukulan mendidik)
bila tidak mau mendirikan shalat.
Fakta
di lapangan, banayak orangtua yang terlalu toleransi pada anaknya.
Sehingga selalu dibiarkan begitu saja, saat meninggalkan shalat.
Seharusnya orang tua keras pada anak agar disiplin mendirikan shalat
lima waktu. Tidak ada alasan bagi anak untuk meninggalkan shalat
meskipun belum baligh.
Bila
subuh, bangunkan anak untuk shalat. Begitu juga pada waktu-waktu
lainnya. Perintahkan anak agar mendirikan shalat. Tanyakan apakah
anaknya sudah shalat atau belum.
Untuk
ini, tentu orangtua juga harus disiplin melaksanakan shalat lima waktu.
Jangan memerintah anak shalat, tapi orangtua sendiri tidak mendirikan
shalat.
Begitu juga dengan kewajiban lain. Perintahkan anak untuk melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim yang taat beragama.
Kesalahan Ketiga: Menutup Aurat Hanya pada Momen Keagamaan
Orangtua
menjadi teladan bagi anaknya. Prilaku anak lebih cendrung mengikuti
prilaku orang tua. Bila orang tua tidak memberi teladan yang benar,
jangan harap anak akan menjadi benar dalam beragama. Meskipun ada, namun
sedikit.
Fakta di lapangan ditemukan, tak
sedikit kaum ibu yang hanya menutup aurat pada saat menghadiri
momen-momen keagamaan. Ibu tersebut hanya menutup aurat saat menghadiri
acara majelis taklim, saat shalat dan sebagainya. Di laur itu, sang ibu
tidak menutup auratnya. Seperti tidak mengenakan jilbab dan lainnya.
Hal
ini secara langsung memberi teladan yang salah kepada anak
perempuannya. Anak jadi berfikir bahwa menutup aurat, berjibab, hanya
wajib saat menghadiri momen keagamaan. Seharusnya wanita muslimah,
menutup aurat pada momen apa saja. Kecuali di rumah dan tidak ada orang
selain suami dan mahrom.
Kemudian,
saat mengaji di Taman Pendidikan Alquran (TPA) anak-anak perempuannya
dipakaikan busana menutup aurat. Namun ibunya sendiri mengantarkan
anaknya ke TPA tidak menutup aurat. Mirisnya lagi, mengenakan baju
lenagn pendek. Ini memberi teladan pada anak bahwa menutup aurat atau
berjilbab hanya wajib saat mengaji saja.
Ini
teladan salah. Karena wanita harus menutup aurat kapan saja, kecuali di
rumah dan tidak ada orang lain selain suami dan mahrom. Sehingga anak
tahu kewajibannya menutup aurat. Kalau keteladanan yang diberikan
seperti itu, jangn heran anak mengumbar aurat saat sudah dewasa.
Itu hanya contoh kecil. Masih banyak lagi contoh-contoh lainnya. Namun contoh tersebut mudah-mudahan dipahami maksudnya.
Kesalahan Keemat: Memberikan Mainan yang Tidak Mencerminkan Kehidupan Islami
Anak
dan mainan tak bisa dipisahkan. Karena masa kanak-anak adalah masa
bermain. Namun perlu kita ingat bahwa mainan anak-anak akan mempengaruhi
mental dan penbentukan karakter anak. Melalui mainan juga, nilai-nilai
budi akan tertanam dalam jiwa sang anak.
Dalam
hal ini, banyak yang tidak disadari oleh orangtua. Mereka salah memilih
dan memberikan mainan pada anaknya. Mereka menganggap sepele mainan
anak-anak. Orang tua beranggapan mainan tidak harus syar’i, karena
hanyalah mainan.
Perlu kita camkan, bahwa mainan
yang diberikan pada anak-anak merupakan media pendidikan yang akan
mempengaruhi pemahaman, sikap, karakter dan mental anak kelak.
Sebagai
contoh sederhana, orangtua memberikan anaknya mainan boneka berbie.
Padahal boneka berbie tidak syar’i. Karena boneka berbie identik dengan
perempuan mengenakan pakaian seksi tidak menutup aurat. Sehingga secara
tidak langsung anak berfikir, menutup aurat bukanlah suatu kewajiban.
Bahkan menutup aurat tidak keren. Yang keren justru penampilan seperti
berbie. Mereka akan berani berpakaian seksi dan tidak menutup auratnya.
Ini adalah kesalahan yang dilakukan orangtua.
Kemudian
adalagi, orang tua yang memberikan mainan kepada anaknya berupa mainan
kartu bergambar. Kemudian anak-anak akan memiankannya secara
berpasang-pasangan atau berkelompok. Yang kalah harus membayar
kekalahannya dengan menyerahkan kartunya kepada yang menang. Memang ini
terlihat sepele, namun perlu diketahui permainan seperti ini sarat
muatan judi.
Banyak
lagi, mainan-mainan anak yang melanggar aturan agama. Oleh karena itu
orang tua harus bijak dalam memberikan mainan bagi anak-anaknya.
Berilah mainan yang baik. Karena saat ini sudah banyak mainan syar’i
yang diciptakan orang-orang islam yang kereatif.
Bila
anak meminta mainan yang tidak syar’i orang tua jangan langsung
melarang tanpa memberi alasan. Laranglah, namun kemukakan alasan dan
pemahaman pada anak sehingga dia mengerti kenapa itu dilarang.
Kesalahan Kelima: Pengawasan Kepada Anak Dianggap Mengekang
Saat ini kita hidup era teknologi informasi. Berbagai perangkat dan sarana digital membanjiri semua sisi kehidupan.
Diantaranya
televisi. Televisi bahkan ada di setiap sudut rumah, kantor, ruang
tunggu dan lain-lain. Anak bisa dengan mudah menonton siarannya.
Memang,
Islam tidak tabu dengan teknologi. Islam tidak melarang umatnya
berinteraksi dengan teknologi. Justru umat Islam mendorong umatnya untuk
berkereasi mengambangkan teknologi.
Namun
yang menjadi masalah saat ini ialah konten yang menghiasi perangkat
teknologi informasi digital tersebut. Siaran televisi yang tidak islami
dan menebar kemaksiatan bisa dilihat dengan mudah oleh anak-anak.
Oleh
karena itu, lakukan pengawasan pada anak. Saat anak nonton TV,
hendaklan didampingi. Pilihkan konten-konten yang tidak melanggar
norma-norma Islam. Jauhkan anak dari sinetron dan film tidak Islami dan
menebar kemaksiatan yang sudah mewabah. Mengapa? karena tontonan bisa
menjadi tuntunan bagi anak, bahkan orang tua juga.
Belum
lagi, perangkat android atau smartphone. Anak masih kecil sudah
diberikan fasilitas itu. Padahal dengan perangkat itu anak bisa dengan
mengakses internet. Di dunia internet aneka macam informasi dan konten
kemaksiatan dengan mudahnya diakses. Bahkan sengaja disebarkan di
berbagai situs. Oleh karena itu, orang tua tidak boleh Gagap Teknologi
(Gaptek). Sehingga bisa maksimal dalam melakukan pengawasan pada
anaknya.
Jadi
pengawasan bukan berarti mengekang kebebasan anak. Namun kebebasan anak
jangan sampai kebablasan. Pengawasan mutlak harus dilakukan orang tua
agar anak menjadi shalih.
Kesalahan Keenam: Terlalu Berlebihan dalam Memanjakan Anak
Memanjalan
anak sah-sah saja. Karena orang tua mana yang tak ingin melihat anaknya
bahagia. Orang tua mana yang tak sayang pada anaknya. Namun jangan
berlebihan dalam memanjakan anak. Karena sesuatu yang berlebihan akan
berdampak buruk. Manjakan anak sekedarnya. Jangan serta merta menuruti
semua kemahuannya. Tanamkan jiwa mandiri pada anak sehingga saat kita
tinggalkan kelak mereka menjadi generasi tangguh.
Kesalahan Ketujuh: Salah Memberi Alasan ketika Melarang Anak
Fakta
dilapangan, tak sedikit orangtua yang melarang anaknya yang ingin
berbuat sesuatu dengan cara menakut-nakuti dengan sosok menyeramkan
seperti hantu atau dengan memberikan alasan yang tidak rasional, syirik
dan kurafat. Padahal itu semua bertentangan dengan ajarjan agama.
Ini
juga kesalahan. Oleh karena itu, ketika melarang anak berbuat sesuatu,
laranglah dengan benar. Berilah alasan rasional dan sesuai ajaran Islam
mengapa itu dilarang. Atau boleh juga dengan memberikan alasan dari sisi
kesehatan. Sehingga akidah anak menjadi benar dan lurus.
Itulah
7 fakta kesalahan yang dilakukan orang tua dalam mendidik anaknya.
Masih banyak lagi fakta-fakta lain yang belum sempat diuraikan. Namun
semoga yang sedikit ini bermanfaat bagi kita. Kita berusaha mendidik
anak menjadi baik, dan serahkanlah hasilnya kepada Allah dengan berdoa
kepadanya. Allah Yang Maha Tahu. (*)