Hilangkan Stigma Negatif pada ODH, Tetap Rangkul dan Rawat


Sejak 2007, penyebaran dan jumlah penderita HIV/AIDS mulai sporadis dan meroket. Pada tahun itu, kasus AIDS di Indonesia sudah mencapai 2.947 kasus. Bahkan, hingga September 2009, berdasarkan data  Departemen Kesehatan jumlah penderita HIV/AIDS sudah  mencapai 18.442 penderita. Pada  2010, jumlah penderita HIV/AIDS diperkirakan mencapai 93 ribu sampai 130 ribu orang. Kemudian pada 2020 tercatat sebanyak 388.724 orang.

Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan. Betapa tidak, HIV/AIDS merupakan penyakit yang sangat berbahaya. Lebih buruknya lagi, di kalangan masyarakat, sering kali muncul stigma negatif terhadap para penderita HIV/AIDS (ODH).  

Tak jarang, sebuah masyarakat mengucilkan atau menutup diri dari pergaulan dengan ODH. Kondisi itu membuat kondisi para penderita HIV/AIDS bertambah terpuruk. Lalu bagaimanakah seharusnya umat Islam bersikap, bergaul dan merawat penderita AIDS?

Ajaran Islam sarat dengan tuntunan untuk menghindari penyakit sebagaimana juga sarat dengan tuntunan untuk merawat dan memperlakukan orang yang sakit dengan baik. Apapun sebabnya harus tetap mendapatkan tempat khusus dalam masyarakat Muslim. 

Perintah dan pentingnya menjenguk serta merawat orang yang sakit telah disebutkan dalam sebuah Hadis Qudsi Allah SWT berfirman: 

''Wahai hamba-KU, Aku ini 'sakit' tetapi kamu tidak mau menjengku dan merawat-Ku. Hamba menjawab, ''Bagaimana aku dapat menjenguk dan merawat-Mu, sedangkan engkau Rabbul Alamin.'' Allah menjawab, ''Seorang hamba-Ku sakit, apabila kamu menjenguk dan merawatnya tentu kamu akan menjumpai-Ku di sana.''

Ajaran Islam menganjurkan umatnya untuk memperhatikan dan memperlakukan dengan baik kepada orang-orang yang sakit, termasuk orang yang menderita HIV/AIDS. 

Namun, para ulama mengingatkan agar jangan sampai perlakukan yang baik itu justru akan mengorbankan orang lain yang tak terkena menjadi tertular HIV AIDS. Hal itu dibenarkan dalam kaidah Islam. ''Bahaya itu tidak boleh dihilangkan dengan mendatangkan bahaya yang lain.''

Ulama yang tergabung dalam MUI dalam tuntunan bersikap, bergaul dan merawat penderita AIDS telah menfatwakan agar penderita HIV/AIDS yang tinggal di tengah keluarga dirawat dan diperlakukan secara baik. Para ulama meminta agar pihak keluarga  diberi penyuluhan  secara medis sehingga dapat merawat dan menghindarkan diri dari penularan.

Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda, ''Kasih sayangilah orang-orang yang ada di atas bumi, maka Yang Ada di langit akan sayang dan mengasihimu.'' 

Islam pun menghormati janin yang di kandung oleh seorang ibu yang menderita HIV/AIDS. Seorang ibu hamil yang menderita HIV/AIDS, tak boleh menggugurkan kandungannya.

Dalam proses kelahiran bayinya, para ulama menganjurkan agar ditangani tim medis/paramedis yang terlatih untuk menghindari kemungkinan penularan. Hal itu didasarkan pada hadis Nabi SAW. ''Allah membantu hambanya-Nya, selama hamba-Nya membantu saudaranya.''

Selain itu, para ulama menganjurkan agar anak yang menderita HIV/AIDS tetap wajib di khitan. Tentunya, sepanjang tidak membahayakan dirinya. Proses khitan juga dianjurkan untuk dilakukan oleh tim medis/paramedis yang terlatih untuk menghindari penularan. 

Para ulama juga menganjurkan umat untuk merawat penderita HIV/AIDS akibat seks bebas alias perzinaan.  Selain dirawat dengan baik, penderita HIV/AIDS itu juga harus diajak untuk bertobat kepada Allah SWT. Hal itu sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah al-Israa ayat 70, ''Dan sungguh Kami telah memuliakan anak cucu Adam.''

Begitu pun juga dengan penderita HIV/AIDS akibat penggunaan jarum suntik narkoba. Ulama meminta agar mereka diperlakukan secara manusiawi, serta dibimbing dan disadarkan untuk bertobat.

Bahkan, Islam mengajarkan umatnya untuk menolong penderita HIV/AIDS yang mengalami kecelakaan, misalnya, kecalakaan lalu lintas, tetap wajib ditolong dengan tetap mewaspadai kemungkinan adanya penularan dengan menggunakan alat pencegahnya.

Bahkan, ketika menginggal dunia, penderita HIV/AIDS wajib diurus sebagaimana layaknya jenazah, seperti dimandikan, dikafani, dishalatkan dan dikuburkan.  Cara memandikannya dianjurkan mengikuti petunjuk Departemen Kesehatan tentang pengurusan jenazah. Sesungguhnya, Islam merupakan rahmat bagi sekalian alam. (***)

Komentar